By admin
Dipublikasikan pada Minggu, 27 November 2011 | 15:35
Ngobrol
bareng soal politik tetap menarik. Tak membuat kening berkerut jika
disampaikan dengan ringan dan menghibur. Diskusi Aktual setiap pekan
yang digelar MediaIslamNet dan Pesantren Media ini memang dikhususkan
untuk konsumsi orang awam. Namun demikian, tetap tidak menghilangkan
bobot informasi yang dipaparkan dan diskusi yang digelar. Diskusi pada
23 November 2011 lalu mengambil tema “Nuklir Iran” yang direspon secara
berlebihan (dan lebih tepat disebut reaktif) oleh Amerika Serikat,
Israel dan Inggris. Tiga negara ini tampak sewot dan meradang dengan
rencana pengembangan senjata nuklir oleh Iran.
“Menarik disimak dari dua sisi, sikap AS-Israel dan Inggris terhadap
nuklir Iran,” demikian Ustadz Umar Abdullah membuka diskusi. Moderator
tetap dalam diskusi aktual ini juga memberikan penekanan bahwa sikap
Amerika Serikat terhadap Iran ini perlu diwaspadai. Bisa iya bisa tidak.
Maksudnya, masih ada unsur tipu-tipu. Bisa saja berangnya Amerika
Serikat itu benar, bisa juga pura-pura. Demikian juga dengan Iran.
Ustadzah Latifah Musa, penulis tetap untuk rubrik Editorial di
website MediaIslamNet.com dan juga pengasuh rubrik yang sama di Majalah
Udara Voice of Islam memberikan tambahan penjelasan tentang misteri
politik Iran. “AS dalam hubungannya dengan Iran, selalu menyimpan
sesuatu yang tak pernah dipaparkan secara gamblang, alias ada yang
disembunyikan. Skandal Iran-Contra, Misi Rahasia CIA, Iranian Gate,
menunjukkan bahwa apa yang di permukaan bukanlah yang sebenarnya.
Sesumbar embargo senjata AS, menutupi skandal kesepakatan di baliknya,”
jelas Ustadzah Latifah Musa.
Setelah menyampaikan sedikit prolog, seperti biasa Ustadz Umar
Abdullah mempersilakan peserta diskusi untuk bertanya atau memberikan
opini terkait permasalahan yang sedang dibahas. Abdullah, peserta
diskusi dari kalangan anak-anak (kelas 4 program homeschooling)
mengajukan pertanyaan, “Kenapa Indonesia tidak boleh memiliki nuklir?”
Dilanjut pertanyaan dari Fatimah, siswi kelas 6 SD yang juga kakaknya
Abdullah, “Kenapa Amerika, Israel dan Inggris harus sewot dengan Iran
yang ingin mengembangkan senjata nuklir?” Pertanyaannya memang sesuai
dengan pokok diskusi aktual pekan tersebut.
Selain Fatimah dan Abdullah yang mengajukan pertanyaan, dari kalangan
santri Pesantren Media ada Farid yang bertanya sedikit berbeda konteks,
yakni, “seperti apa hubungan antara Iran dan Yahudi?” Junnie
Nishfiyanti yang juga sebagai Koordinator Narasumber Program Voice of
Islam mengajukan pertanyaan, “Seberapa besar sih cadangan uranium yang
dimiliki Iran? Sampai-sampai Amerika, Israel dan Inggris meradang?”
Empat pertanyaan ini sudah cukup menggambarkan antusiasme peserta
diskusi terhadap tema yang dibahas. Ustadz Umar Abdullah melemparkan
kembali kepada peserta diskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Saya sendiri sesekali saja berkomentar karena harus berbagi
perhatian mencatat poin-poin penting yang disampaikan dalam diskusi ini.
Umumnya saya menyampaikan data-data tambahan seputar nuklir, Iran dan
sepak terjang Amerika Serikat, Israel dan Inggris di Timur Tengah,
khususnya kebijakan politik mereka untuk Iran dan Timur Tengah pada
umumnya. Termasuk dalam hal ini adalah soal nuklir. Data yang saya
sampaikan adalah dari hasil searching di internet yang selama diskusi
sinyal wireless tak saya putuskan sambil menulis hal-hal penting lainnya
untuk bahan penulisan laporan ini.
Untuk menjawab pertanyaan Abdullah, Ustadzah Latifah Musa
menyampaikan bahwa, “Pemerintah belum siap. Khawatir kebocoran karena
Indonesia adalah kawasan rawan gempa. Selain itu masyarakat juga
menolak. Belum siap. Pengembangan nuklir memang perlu kebijakan negara.
Sementara pemerintah tidak memiliki kemandirian dalam kebijakan,
terutama masalah nuklir.”
Pandangan sedikit berbeda disampaikan Ustadz Umar Abdullah, “Ya, ini
karena juga diopinikan di tengah masyarakat bahwa energi nuklir itu
berbahaya. Fakta yang disodorkan adalah seperti pada reaktor nuklir
Fukushima, Jepang awal tahun ini yang meledak setelah tsunami melanda
Jepang,” paparnya.
Selain itu, Ustadz Umar Abdullah juga memberikan tambahan penjelasan
bahwa sebenarnya penelitian-penelitian tentang nuklir sudah ada sejak
jaman pemerintahan Soeharto, seperti didirikannya BATAN (Batan Tenaga
Atom Nasional). Masalahnya, menurut beliau, Indonesia menandatangani
perjanjian nonproliferasi nuklir.
Dalam catatan di
Wikipedia, Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (bahasa Inggris:
Nuclear Non-Proliferation Treaty)
adalah suatu perjanjian yang ditandatangi pada 1 Juli 1968 yang
membatasi kepemilikan senjata nuklir. Sebagian besar negara berdaulat
(ada 187 negara) mengikuti perjanjian ini, walaupun dua di antara tujuh
negara yang memiliki senjata nuklir dan satu negara yang mungkin
memiliki senjata nuklir belumlah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian
ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh
Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara
sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa batas waktu dan tanpa
syarat. Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi,
perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan
damai.
Menjawab pertanyaan Fatimah, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan bahwa
sewotnya Amerika dan Inggris (termasuk Israel) karena mereka takut
tersaingi. Maklum, yang boleh menggunakan senjata nuklir hanya 5 negara.
Jika benar dengan sewotnya mereka terhadap rencana Iran mengembangkan
senjata nuklir.
Sekadar tahu saja bahwa Perancis (masuk tahun 1992), Republik Rakyat
Cina (1992), Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh
Rusia), Britania Raya (1968), dan Amerika Serikat (1968). Hanya lima
negara ini yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai
dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima
negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju
untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak
nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak
meneliti atau mengembangkan senjata nuklir. Nah, itulah sebabnya
Indonesia tak bisa memiliki senjata nuklir karena terikat perjanjian
non-proliferasi nuklir. “Ini memang cara AS dan empat negara NWS itu
untuk tidak tersaingi oleh negara lain dalam kepemilikan senjata
nuklir,” tegas Ustadz Umar Abdullah.
Dalam catatan
Wikipedia, kelima negara NWS telah menyetujui
untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non-NWS,
kecuali untuk merespon serangan nuklir atau serangan konvensional yang
bersekutu dengan negara NWS. Namun, persetujuan ini belum secara formal
dimasukkan dalam perjanjian, dan kepastian-kepastian mengenainya
berubah-ubah sepanjang waktu. Amerika Serikat telah mengindikasikan
bahwa mereka akan dapat menggunakan senjata nuklir untuk membalas
penyerangan non-konvensional yang dilakukan oleh negara-negara yang
mereka anggap “berbahaya”.
Mantan Menteri Pertahanan Inggris, Geoff Hoon, juga telah menyatakan
secara eksplisit mengenai kemungkinan digunakannya senjata nuklir untuk
membalas serangan seperti itu. Pada Januari 2006, Presiden Perancis,
Jacques Chirac menerangkan bahwa sebuah serangan teroris ke Perancis,
jika didalangi oleh sebuah negara, akan memicu pembalasan nuklir (dalam
skala kecil) yang diarahkan ke pusat kekuatan “negara-negara berbahaya”
tersebut.
Pada kesempatan berikutnya, Ustadzah Latifah Musa mencoba menjawab
pertanyaan Junnie Nishfiyanti, dengan menyampaikan bahwa, “Iran memiliki
SDA minyak dan gas, termasuk uranium, dan Iran memilih mengeksplorasi
uranium untuk nuklir.”
Seberapa besar? Cukup besar. Berdasarkan data yang dilansir
(suaramedia.com), sumber utama uranium Iran adalah tambang Saghand di
tengah Iran, yang memiliki kapasitas produksi 132.000 ton bijih uranium
per tahun.
Tambang yang terletak sekitar 300 mil (480 kilometer) sebelah selatan
Teheran tersebut terdiri dari sebuah terowongan terbuka yang berisi
cadangan minimal dan sebuah tambang yang dalam. Total cadangan bijih
uranium di tambang tersebut diperkirakan mencapai 1,73 juta ton. Iran
juga memiliki cadangan uranium berkapasitas lebih kecil di sebelah
selatan kota pelabuhan Bandar Abbas.
Di kawasan tersebut, sebuah kincir angin diyakini dipergunakan untuk
mengolah uranium mentah menjadi konsentrasi bijih uranium yang dikenal
dengan istilah “kue kuning”. Iran mengumumkan penemuan lokasi cadangan
uranium baru pada tahun 2006 di tiga lokasi di pusat Khoshoomi,
Charchooleh, dan Narigan.
Diskusi yang diselingi dengan hilir-mudiknya anak-anak Ustadz Umar di
forum sempat mengganggu konsentrasi peserta diskusi, termasuk saya yang
harus mencatat informasi. Namun demikian, diskusi masih bisa
terkendali. Inilah uniknya diskusi aktual yang digelar MediaIslamNet dan
Pesantren Media setiap pekannya: unik, menghibur, cair, tanpa
kehilangan bobot pembahasan dan solusinya.
Suguhan informasi ini memberikan tambahan wawasan bagi peserta
diskusi, khususnya para santri Pesantren Media yang sedang belajar
menimba ilmu. Mereka asik menyimak dan sesekali menimpali dengan
pertanyaan spontan sambil ditemani teh manis dan jagung rebus. Ini baru
diskusi menarik, karena ilmu dapet, juga perut kenyang. Lain kali, menu
untuk menemani diskusi ditambah agar lebih asik. Hehehe.. ini sih usulan
saya yang rasanya mulut gatal jika tidak ngemil.
Apa pentingnya membahas soal ini?
Tinggal tersisa satu pertanyaan yang belum dijawab, yakni pertanyaan
dari Farid soal hubungan Iran dengan Yahudi. Untuk menjawab pertanyaan
ini, Ustadz Umar kemudian memaparkan faktanya, “Di Iran setidaknya ada
lebih dari 25.000 kaum Yahudi. Termasuk terbesar yang tinggal di luar
Israel. Harus dibedakan antara kaum Yahudi dengan Zionis Israel.”
Saya yang penasaran akhirnya memutuskan
surfing di dunia maya, khususnya melalui
Google.
Ya, benar. Bahwa di Iran ada puluhan ribu penduduk Yahudi. Mereka aman
di sana. Bahkan mereka menolak pindah ke Israel. Ketika pemerintah
Israel merencanakan untuk membayar keluarga Yahudi Iran yang mau pindah
ke Israel sebesar $ 60,000, masyarakat Yahudi Iran mengecamnya dengan
pernyataan: “Identitas Yahudi Iran tidak bisa dibeli dengan uang.
Masyarakat Yahudi Iran adalah termasuk penduduk Iran tertua. Yahudi Iran
mencintai identitas dan budaya Iran mereka. Jadi ancaman dan rayuan
politis kekanakan semacam ini tidak akan berhasil.”
Apakah karena fakta ini pula, Iran tak pernah benar-benar mewujudkan
ancamannya menyerang Israel? “Iran, sejak 2004 lalu sampai kini tak
pernah membuktikan ancamannya untuk menyerang Israel yang sering
digembar-gemborkannya kepada dunia,” Ustadz Umar Abdullah mengemukakan
pendapatnya.
Ustadzah Latifah Musa ikut berkomentar namun dengan nada memancing
logika dan pemahaman peserta diskusi, “Jadi seriuskah AS-Inggris-Israel?
Terhadap Iran pun, muncul banyak pertanyaan: Seriuskah Iran? Bukankah
ancaman tersebut juga telah disampaikan beberapa tahun yang lalu?
Mengingat kasus skandal Iran-Contra, yang diduga kuat mempertemukan
antara pemangku politik tertinggi Iran saat itu dengan Pejabat Tinggi AS
dan CIA, bagaimana strategi politik Iran terkini? Fakta yang
memunculkan keraguan terhadap Presiden Iran sekarang, yaitu Mahmoud
Ahmadinejad, banyak diungkapkan oleh media massa yang rajin menyampaikan
info berita Islam seperti: Eramuslim.com, Republika.co.id,
Hidayatullah.com, Voice Of al-Islam, dan lain-lain,” demikian penjelasan
Ustadzah Latifah Musa yang ingin menegaskan bahwa Iran pun sebenarnya
punya problem mendasar ketika harus berhadapan dengan Israel dan Amerika
Serikat dengan pengalaman politik masa lalunya.
Sebagai kesimpulan, nampaknya Amerika dan Inggris kemungkinan besar
tak akan serius mewujudkan ancamannya menyerang Iran. Begitu juga dengan
Iran yang sering bersikap ganas sebagai negara yang ‘berani’ mengancam
Israel. Iran diyakini kuat tak akan mewujudkan ancamannya. Selain karena
politik di antara negara tersebut yang masih menyimpan misterius karena
kepentingan-kepentingan tertentu juga jika pun diwujudkan maka dampak
serangan (mungkin akan melibatkan senjata nuklir) akan memicu perang
dahsyat dan menyeret banyak negara.
Pentingkah masalah ini dibahas dan didiskusikan? Penting. Setidaknya
agar kaum muslimin tahu dan bisa bersikap dengan jelas. Kekaguman
sebagian kaum muslimin kepada penguasa Iran karena dinilai berani
berhadapan dengan Amerika, sejatinya sarat dengan kepentingan kedua
negara tersebut. Begitupun sikap Iran kepada Israel masih perlu diuji
lagi karena selama ini Iran seperti hanya memberikan angan-angan kosong
kepada kaum muslimin yang sudah merasa muak dengan sepak terjang zionis
Israel atas Palestina.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Ustadz Umar Abdullah mengungkapkan
bahwa dalam sejarahnya—kebetulan saat ini Syiah mayoritas di Iran—punya
hubungan dekat dengan Yahudi sejak lama. Entah Syiah dari sekte yang
mana yang ada di Iran saat ini. Sebab, kaum Syiah khususnya di Mesir
(Fatimiyah) juga berperan dalam ‘merongrong’ kekhalifahan Bani
Abasiyah.”
Melengkapi pernyataan ini, saya mendapatkan data di eramuslim.com
bahwa pendiri Syiah, Abdulah bin Saba, merupakan seorang Yahudi dari
Yaman. Dalam perang salib, kerjasama antara Syiah dengan pasukan salib
juga terjadi. Alkisah, ketika Paus Urbanus II menggelorakan perang salib
di Eropa, ketika pasukan-pasukan salib tengah direkrut di Eropa sebelum
memulai perjalanan untuk merebut Yerusalem, pasukan Syiah Fatimiyah
terlebih dahulu menyerang Yerusalem dan membantai umat Islam Sunni Bani
Abbasiyah yang menguasai kota suci itu. Yerusalem jatuh ke tangan Syiah
Fathmiyah setahun sebelum kedatangan tentara salib pada tahun 1099.
Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab di
University of Edinburgh, dalam bukunya yang tebal berjudul “Perang
Salib: Sudut Pandang Islam” (1999, mendapat ‘The King Faisal
International Prize for Islamic Studies’) menuliskan hal itu. Menurut
Hillenbrand, pasukan Syiah Fathimiyah sesungguhnya telah bekerjasama
merebut Yerusalem dari tangan Bani Abbasiyah yang sunni, dan pertempuran
yang terjadi tatkala pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon
mendatangi gerbang Yerusalem tahun 1099 sebenarnya hanya berada di
tingkat akar rumput saja guna menghilangkan aroma konspirasi tingkat
tinggi itu.
Pertautan garis keras syiah Iran dengan komunis Rusia dan juga Cina,
bisa saja terjadi. Dalam “pergaulan” tingkat tinggi, isme-isme selain
Islam sesungguhnya merupakan ciptaan mereka juga. Revolusi Bolsyewik
yang dipimpin Lenin-Stalin ternyata juga didanai oleh Yahudi dan
Amerika. Kakeknya George W Bush terlibat dalam hal ini. Jadi, baik
Marxis maupun kapitalisme sebenarnya memiliki induk yang sama, yakni
Yahudi.
Penjelasan tambahan dari Ustadz Umar Abdullah dan sedikit tambahan
referensi dari saya menutup liputan khusus Diskusi Aktual “Nuklir Iran:
Kenapa AS, Israel dan Inggris Sewot?”. Kesimpulan yang berhasil
dirumuskan dalam diskusi ini adalah: meskipun AS, Israel, dan Inggris
nampak sewot kepada Iran, tapi kecil kemungkinannya mereka akan
mengeroyok Iran. Terlalu berisiko bagi kelanjutan hubungan politik di
antara mereka. Begitupun dengan Iran,
ghalabatuzh zhan
(sangkaan kuatnya) tak akan (pernah) berani mewujudkan ancamannya
menyerang Israel. Mungkin karena hubungan dekatnya selama ini dengan
komunitas Yahudi di negaranya atau juga demi kepentingan politik lainnya
yang masih tersembunyi.
Lalu bagaimana dengan kaum muslimin saat ini? Mari kita lihat
‘sandiwara’ antara Iran, Amerika Serikat, Inggris, dan Israel soal
nuklir ini dari jauh sambil menyeruput kopi (sedikit) pahit di sore yang
cerah ditemani goreng singkong yang asapnya masih mengepul.
[OS]